Jakarta, 22 Mei 2025
Di tengah dinamika lalu lintas perkotaan yang semakin padat, sektor perparkiran kini semakin disadari perannya sebagai sistem pendukung (support system) penting dalam ekosistem transportasi. Sayangnya, perparkiran masih kerap luput dari perhatian dalam perencanaan mobilitas perkotaan.
Melihat pentingnya peran parkir dalam tata kelola transportasi makro, Indonesia Parking Association (IPA) menggelar acara Diskusi Santai Perparkiran pada Kamis, 22 Mei 2025, di Teras Rumpi, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Acara ini menghadirkan sejumlah pemangku kepentingan, antara lain Ketua IPA Rio Octaviano, Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta Adji Kusambarto, dan Kasubdit Lalu Lintas Perkotaan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Ardiansyah.
Selain itu, hadir pula Muhammad Kamel, Kepala Cabang Jasa Raharja Putera, serta Radito Risangadi, Kepala Kantor Wilayah Jakarta PT Jasa Raharja. Diskusi ini juga diikuti oleh pelaku usaha parkir, pengembang properti, serta perwakilan dari sektor transportasi lainnya.
Ketua IPA, Rio Octaviano, menyampaikan bahwa diskusi ini bertujuan untuk membedah persoalan perparkiran secara lebih luas, sekaligus mengangkatnya sebagai bagian integral dari sistem transportasi nasional.
“Mengapa begitu luas? Sebab kami sebagai pengusaha parkir sebetulnya banyak aspek yang harus dipahami. Bisnis memang bisnis, tapi kadang ada hal yang kita mesti ketahui,” ujar Rio dalam diskusi tersebut.
Rio menegaskan bahwa parkir bukan sekadar lahan untuk kendaraan berhenti, tetapi merupakan elemen penting dalam perencanaan transportasi perkotaan yang terintegrasi. Oleh karena itu, berbagai kebijakan pemerintah, baik dari Dinas Perhubungan maupun Kementerian Perhubungan, harus dipahami dan direspons secara serius oleh para pelaku usaha parkir.
“Mengapa hari ini ada Dishub dan Kemenhub? Parkir adalah satu ekosistem yang di dalamnya banyak hal terkait. Parkir adalah sistem pendukung dari pola transportasi makro di Indonesia, khususnya di Jakarta. Sehingga kita mau tidak mau harus tahu apa saja kebijakan-kebijakan yang keluar. Contoh, kebijakan yang paling baru ialah kebijakan zonasi,” jelasnya.
Tarif Tinggi, Tapi Bagaimana dengan Traffic?
Salah satu isu yang dibahas dalam diskusi ini adalah rencana penetapan tarif parkir berbasis zonasi. Rio mengungkapkan bahwa di beberapa wilayah, tarif parkir tertinggi direncanakan bisa mencapai Rp 35.000 hingga Rp 40.000 per jam.
“Kalau kita bicara tarif, kan menarik nih buat pengusaha parkir. Tapi ada aspek lain. Contoh, tarif parkir yang rencananya nanti ditetapkan ini bicara menggunakan zonasi. Jadi ada beberapa wilayah yang kemungkinan akan dikenakan tarif parkir tertinggi. Kalau tidak salah bisa menyentuh angka Rp 35.000 – Rp 40.000 per jam,” ujar Rio.

Namun, ia mengingatkan bahwa tarif tinggi belum tentu menjamin keberhasilan bisnis parkir, karena faktor lain seperti arus lalu lintas (traffic) juga sangat menentukan.
“Secara tarif tinggi, tapi bisnis parkir? Sebab bisnis parkir kita tidak hanya bicara tentang tarif tapi juga traffic. Tarif tinggi tapi traffic rendah, percuma juga,” katanya.
Bahas Uji Emisi hingga Kendaraan Listrik
Diskusi ini juga menyinggung topik-topik penting lainnya yang saling berkaitan dengan perparkiran, seperti regulasi uji emisi kendaraan, dukungan terhadap kendaraan listrik, dan tantangan dalam pengelolaan parkir on-street maupun off-street.
Dengan melibatkan berbagai pihak, diskusi ini diharapkan mampu memperkuat kolaborasi antara regulator dan pelaku usaha, serta memperluas pemahaman publik bahwa parkir adalah bagian vital dari sistem mobilitas kota yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Kasubdit Lalu Lintas Perkotaan, Ditjen Perhubungan Darat, Ahmad Ardiansyah, mengatakan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan saat ini tengah menyusun regulasi baru mengenai penyelenggaraan perparkiran di Indonesia.
Aturan tersebut disiapkan dalam bentuk Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (Rapermenhub) sebagai pembaruan dari regulasi lama yang telah berusia lebih dari tiga dekade.


Namun penyusunan Rapermenhub ini masih berada dalam tahap pembahasan internal dan belum melibatkan asosiasi pengelola parkir.
“Kita sedang menyusun Rapermenhub, atau kita sebut RPM, terkait dengan penyelenggaraan parkir. Ini memang sesuatu yang sebetulnya dari kepala seksi sudah disusun. Cuma memang aturan ini sempat terhambat dengan angkutan Lebaran. Saat ini posisinya sudah di biro hukum, tapi memang kami belum mengundang asosiasi, sebab masih banyak aturan ataupun pasal yang kami buat perlu pendalaman internal,” ujar Ardi.
Ardi mengungkapkan bahwa aturan resmi tentang perparkiran yang saat ini masih digunakan adalah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir untuk Umum.
“Karena memang aturan parkir kita terakhir itu tahun 1993. Aturan parkir kita dibuat tahun 1993, kemudian memang ada perubahan di Peraturan Pemerintah, tapi tidak terkait RPM ini. Baru sekarang kita mau buat lagi. Jadi sudah lama, hampir 30 tahun, saya pikir itu waktu yang panjang,” ucapnya.
Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Adji Kusambarto, mengatakan bahwa perparkiran masuk dalam pola transportasi makro yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi.

“Untuk kegiatan ini, terdapat strategi yang akan dilaksanakan oleh Pemprov, yaitu pengembangan angkutan massal seperti LRT, MRT, dan busway. Kemudian, pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor melalui sistem Electronic Road Pricing (ERP), serta pengendalian parkir, termasuk program Park & Drive, yang merupakan bagian dari strategi pola transportasi makro untuk pembatasan lalu lintas,” katanya.
Indonesian Parking Association
(Perkumpulan Pengelola dan Penyedia Solusi Parkir Indonesia)
Narahubung : Aditya (Sekjen) +62 817-6464-469