Pemerintah ibu kota DKI Jakarta melakukan berbagai cara untuk mengendalikan lalu lintas terutama tentang kemacetan Jakarta. Salah satu upaya yang ditempuh adalah perubahan tarif parkir dengan zonasi.
Acara yang dihadiri oleh beberapa pihak, termasuk dari Asosiasi Parkir dan Asosiasi Pusat Belanja ini awalnya adalah pemaparan tentang kondisi lalu lintas DKI Jakarta.
Upaya IPA yang selalu mencoba membuka pola pikir tentang bisnis parkir kepada stakeholders ternyata harus berulang lagi di dinas perhubungan DKI Jakarta ini. IPA kembali memaparkan tentang bagaimana bisnis parkir tidak seperti apa yang dibayangkan oleh semua orang. Bahwa ada pola bisnis yang terjadi, dan juga membuka wawasan tentang keuntungan operator parkir yang hanya menerima 2-5 persen dari gross revenue untuk mal besar, karena ada faktor bagi hasil kepada pihak properti.
Penolakan yang paling keras adalah dari Asosiasi Pusat Belanja, mereka merasa pasca ganjil genap, penurunan omzet sudah sampai 30%, belum lagi untuk salah satu mal besar di wilayah ganjil genap omzet parkir harus turun sampai 7.5%. Dan apabila harus diterapkan, entah berapa lagi penurunan omzet pusat belanja.
Dari IPA sendiri menyayangkan, usulan tarif yang dipaparkan hanya dari Pergub 31 tahun 2017 yaitu untuk lokasi yang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta, sedangkan usulan kenaikan tarif terkait perubahan Pergub 120 tahun 2012 tidak difokuskan . Hal ini yang menjadi pertimbangan IPA mengusulkan untuk dapat dilakukan forum terpisah yang akan membahas tarif terkait dengan bisnis parkir yang dikelola oleh swasta.
Sekjen IPA, Wahyu, mengusulkan untuk dapat integrasi ETLE Polda Metro Jaya dengan pengendalian parkir di dalam badan jalan, “ini masalah law enforcement, bila masih lemah dan masih menggunakan manusia untuk pengawasan, maka permasalahan parkir badan jalan (on street) akan sulit teratasi”.
Di sisi lain, Rio sebagai Ketua Umum IPA menyadari bahwa upaya-upaya pengendalian tarif ini akan berbenturan dengan bisnis properti dan parkir, “jadi harus hati-hati dalam memutuskan, dan harus diadakan forum terpisah terkait ini”.
Rio menambahkan, agar FGD tidak menjadi ajang legitimasi kelengkapan administrasi persetujuan perubahan Pergub 31 tahun 2017 dan Pergub 120 tahun 2012. Bila pemerintah terus enggan membuka mata terhadap bisnis parkir, maka pengusaha parkir lokal dan menengah harus bersiap gulung tikar, untuk kemudian dikuasai hanya oleh perusahaan besar.