Indonesia Belum Punya Standardisasi Software Perparkiran

Posted on Posted in Uncategorized

Jakarta, Cyberthreat.id – Ketua Indonesia Parking Association (IPA), Rio Octaviano, mengatakan salah satu kendala dalam sistem Perparkiran di Indonesia adalah belum adanya standardisasi software.

Salah satu standardisasi mendesak menurut Rio adalah standarisasi jam dan waktu dalam penghitungan parkir. IPA, kata dia, menginginkan standarisasi yang terpusat sehingga waktu yang digunakan merujuk kepada satu server.

“Kalau sudah ada standar waktu ini artinya sudah aman karena dari sisi waktu masuk dan waktu keluar tidak berbeda,” kata Rio kepada Cyberthreat.id usai Sosialisasi dan Ekspos Pengawasan Jasa Perparkiran di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (2 September 2019).

Selama ini, kata dia, ketidakpastian jam dan waktu dalam sistem software Perparkiran menimbulkan berbagai persoalan. Akibatnya, terjadi berbagai macam eror hingga kecurangan yang bisa saja disebabkan human cause atau pun system cause.

Misalnya harga yang tertera di-print out berbeda dengan harga yang sedang diterapkan sehingga muncul kesan berbohong atau memperdaya sistem.

Sebenarnya di dalam aplikasi sistem manajemen Perparkiran, software seharusnya server base atau dari sisi topologi sistemnya adalah client server.

Jam yang ada di pintu masuk dan jam di pintu keluar adalah sesuai jam yang ada di server. Namun di beberapa lokasi memang masih ada software yang tidak sesuai dengan asas ini sehingga jam masuk dan jam keluar berbeda.

“Di dalam dispenser tiket ada komputer dan aplikasi yang memakai alat hitung dan jenisnya bermacam-macam. Nah, di pintu keluar juga sama, tapi antara pintu keluar dan pintu masuk servernya berbeda. Dan memang masih ada software yang tidak menggunakan sistem pencatatan waktu secara terpusat. Ini yang jadi masalah,” ujarnya.

Sebelumnya Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) akan menindak tegas para penyedia jasa parkir yang diduga melakukan pelanggaran aspek operasional, berupa pencantuman klausul baku yang berpotensi merugikan konsumen.

Dugaan pelanggaran ini ditemukan saat dilakukan pengawasan di sejumlah provinsi di Indonesia.

“Ada berbagai pelanggaran yang kami temukan seperti pengelola parkir yang tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang di area parkir. Kemudian ada juga perbedaan harga antara aturan dengan catatan di kasir,” kata Direktur Jenderal PKTN, Veri Anggrijono.

Klausul baku adalah “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.

Aspek operasional yang dilanggar yaitu klausul “Kerusakan atas kendaraan yang diparkirkan dan kehilangan atas barang-barang di dalam kendaraan merupakan tanggung jawab pengguna kendaraan” yang biasa tertera pada tiket/karcis parkir, spanduk, dan papan informasi/pengumuman di area perparkiran.

Sumber : https://cyberthreat.id/read/2561/Indonesia-Belum-Punya-Standardisasi-Software-Perparkiran